menu menu menu 'si chubbie' :)

It Calls.. Love



Ketika menunggu adalah satu dari pilihan yang kau ingin untuk lakukan, apakah kamu masih perlu mencari alasan lain lagi untuk menjelaskan itu?Lulan
Gadis itu berdiri agak jauh dari rel. Lehernya sesekali mendongak menatap jalannya kereta api. Aku hanya terpaku di tempat. Mataku sudah cukup melihat semuanya. Tanpa penjelasan. Tanpa jawaban atas banyak pertanyaan tentang ‘mengapa’. Gadis itu. Ya, gadis itu adalah alasan kenapa kakiku bergerak melangkah membuntutinya sampai di tempat ini. Ternyata aku salah. Gadis itu. Ya, gadis itu. Apa aku bisa menjelaskan hal lain lagi tentang bagaimana sosoknya selama ini?
Aku tertipu.
Mulutku hampir menganga menyaksikan gadis itu yang kini hanya bisa berdiam di tempatnya. Tak beranjak. Tak berniat berpindah dari posisi awalnya. Dia masih tegak berdiri di tempat yang sama. Berbagai pertanyaan berkelebat hebat di kepalaku.
Apakah cukup dari sini aku bisa mengawasinya?
Dia membutuhkan, setidaknya, seseorang yang berdiri tepat di sampingnya.
“Ah,” gadis itu menunduk, mendesah lebih pada dirinya sendiri. Aku melihatnya menghembuskan nafas.
Tanganku bergerak menyodorkan sapu tangan. Cukup lama tanpa balasan, akhirnya gadis itu mendongak dan mendapati tanganku terulur di depannya. Gadis itu melongo, lalu menoleh tepat ke arahku. Aku menatapnya. Menatap detail wajahnya yang terpahat sempurna oleh Sang Maha Kuasa. Ada titik-titik air yang mengendap di balik kantung matanya. Ah, dia hampir saja menangis. Oh, tidak. Kini, titik-titik air itu meleleh di pipinya. Kami saling berpandangan. Aku menatapnya yang kini sesenggukan dengan air mata yang terus berlinang, dan dia yang menatapku tanpa gerakan apapun selain naik-turun bahu karena isak tangisnya. Dia hanya bisa terus menangis.
Kami berdua saling berpandangan, meski bisa kulihat kini gadis itu menunduk mencoba menghentikan tangisnya. Bahunya terguncang oleh sesenggukan. Aku menatapnya lalu mengulurkan sapu tangan ke arahnya dan menggerakkan tanganku pelan-pelan di pipinya. Gadis itu tidak mendongak seperti pada awalnya. Dia membiarkan sapu tanganku mengusap air matanya.
Awalnya aku tak menyangka gadis seperti Lulan adalah gadis yang sebenarnya sangat rapuh. Dibalik keceriaannya, dibalik senyumnya yang selalu ia bagikan kepada semua orang, dibalik tingkah-tingkah enerjiknya, sebenarnya gadis itu hanya berusaha menutupi kesedihannya. Aku tak pernah menyangka Lulan sebenarnya sangat cengeng. Gadis itu, bagaimana bisa dia memiliki kepribadian ganda?
Ia mendongak menatapku. Sapu tanganku masih menempel di pipi kirinya. Dengan lembut gadis itu melepaskan tanganku dari pipinya. Sambil tersenyum, ia membalikkan badan dan berjalan menjauhiku. Aku heran. Namun sepersekian detik itu aku hanya bisa melihat punggungnya menjauh. Tanpa kata-kata dia berlalu, kecuali senyum. Ah, senyum itu. Kenapa bisa dia begitu mudah melukis senyum untuk orang lain ketika dia sendiri tak yakin apakah dia baik-baik saja.
Tapi kenapa aku juga begitu peduli? Aku tersadar. Aku baru saja melakukan hal-hal diluar perkiraanku.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "It Calls.. Love"

Posting Komentar